Selasa, 05 Februari 2013

Pretend(ed)

Petang itu kembali aku terjebak dalam kubangan hujan berulang. Satu hujan yang datang bersama ribuan temannya, membawakan basah di raga pun di rasa. Membawaku berhenti menyibak jalanan basah dan menanti reda. Berbaur dengan beberapa objek yang sepertinya tidak sekedar menantikan reda, tapi juga menikmati teh, menikmati kopi, menikmati musik, dan menikmati ritual obrolan mereka, tak memperdulikan entah di luar hujan entah tidak.

Aku sendiri menikmati atmosfer yang kuanggap asing, bukan karena aku tersesat di sini, karena sebelumnya aku sama sekali tak berencana menyambangi tempat ini. Semuanya karena hujan.

Mendadak indera dengarku menangkap dengar nada dering gitar klasik dari laki-laki di meja sebelah, serupa nadamu, tapi bukan kamu yang di sini.
Sedetik kemudian, netraku tersangkut pada pengunjung lain yang menyambangi temannya, dia berambut sangat ikal dan tak begitu hitam, nyaris serupa, tapi bukan kamu. Di sisi lain ada objek yang menggariskan senyum dengan guratan-guratan serupa punyamu, tapi itu juga bukan kamu.

Kutarik dalam-dalam wajahku, lari dari banyak sketsa yang dibentuk netra, kembali kudengar sayup-sayup suara, membicarakan opera, pementasan, drama, sastra.. serupa bahasanmu, tapi di sana tidak ada dirimu.

Lalu kudengar lagi, banyak suara yang memperdebatkan situs di dunia maya, ah sepertinya kemarin kau pernah memperdebatkannya juga.

Aku tak bersamamu, aku tak pernah benar-benar bersamamu, tapi entah karena jimat punya siapa sehingga selalu saja terbangun interaksi yang  melibatkanku, melibatkanmu. Anggap saja petang itu hujan yang membelahmu menjadi bermacam-macam rupa, menemaniku menunggu reda. Untukku tela’ah, seberapa dalam artimu dalam belahan rupa-rupa hujan.

Aku tahu sekali apa itu arti semu, aku menemukan maknanya benar-benar karena sekali lagi aku melibatkanmu.

Aku menanti reda, kemudian pergi dari tempat yang membelahmu menjadi berupa-rupa ini.
Berharap menemukanmu di depan pintu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar